Antara Ruang dan Suara di Universitas Brawijaya

Dari situlah Andika mulai lebih menghargai kelompoknya. Meskipun terkadang kelelahan dengan kehebohan yang dibawa oleh teman-temannya yang ekstrover, ia tahu bahwa mereka selalu memberikan ruang untuknya untuk bersinar dengan caranya sendiri. Dan untuk Andika, itu lebih dari cukup untuk merasa ia berada di tempat yang tepat.

Di sudut salah satu kafe kampus Universitas Brawijaya, Andika, mahasiswa baru jurusan Teknik, duduk memperhatikan gelombang manusia yang datang dan pergi. Kuliah baru saja dimulai dua bulan lalu, tapi Andika sudah merasa seperti ada dalam arus cepat yang tidak pernah berhenti. Meskipun lebih cenderung introver, ia telah bergabung dengan kelompok pertemanan yang kebanyakan adalah ekstrover.

Kelompok itu terbentuk di minggu orientasi, di mana semangat dan energi tinggi menjadi kunci untuk berbaur dan mengenal banyak orang. Andika bertemu Rian, Clara, Dinda, dan Bayu—empat ekstrover yang seakan tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan atau energi. Mereka dengan cepat mengambil Andika ke dalam kelompok mereka, terpesona oleh kecerdasan dan ketenangannya yang bisa menjadi penyeimbang suasana.

Suatu hari, kelompok tersebut memutuskan untuk mengikuti lomba debat kampus. Rian, dengan semangatnya, langsung menominasikan diri sebagai kapten tim. Clara dan Bayu mengambil peran sebagai peneliti dan Dinda bertindak sebagai strategi tim. Sementara Andika, meskipun ragu-ragu, diberi tanggung jawab untuk membantu menyusun argumen dan berlatih bersama tim sebagai pendukung.

Hari-hari persiapan lomba debat menjadi periode yang menguji Andika. Kelompoknya sering berkumpul di kafe atau perpustakaan, tempat diskusi sering kali berubah menjadi riuh dengan ide dan argumentasi yang berbeda-beda. Andika kadang merasa tenggelam dalam kebisingan itu semua, namun teman-temannya, yang menyadari kecenderungan introvernya, sesekali akan meredakan suasana untuk memberinya ruang.

Lomba debat tiba, dan tim Universitas Brawijaya tampil dengan luar biasa. Rian berbicara dengan penuh percaya diri, didukung oleh data kuat dari Clara dan Bayu, serta strategi cerdas dari Dinda. Andika, meskipun tidak tampil di panggung, menjadi bagian penting di belakang layar, memastikan bahwa catatan-catatan dan susunan argumen berada di urutan yang tepat. Kegiatan tersebut berakhir dengan kemenangan yang membanggakan, dan seluruh tim merayakannya dengan suka cita.

Keberhasilan itu membuat Andika sadar bahwa meskipun kelompoknya didominasi oleh mereka yang ekstrover, setiap individu membawa nilai tambah yang unik. Dinamika grupnya yang beragam, di mana suara-suara lantang dan ruang hening dapat koeksistensi, membuktikan bahwa kerjasama dan penghargaan terhadap perbedaan dapat menciptakan harmoni yang tidak hanya efektif tetapi juga inklusif.

Dari situlah Andika mulai lebih menghargai kelompoknya. Meskipun terkadang kelelahan dengan kehebohan yang dibawa oleh teman-temannya yang ekstrover, ia tahu bahwa mereka selalu memberikan ruang untuknya untuk bersinar dengan caranya sendiri. Dan untuk Andika, itu lebih dari cukup untuk merasa ia berada di tempat yang tepat.